DB – TAJUK, Whistleblowing system adalah salah satu elemen penting untuk menjaga integritas dan akuntabilitas organisasi sektor publik. Istilah Whistleblowing dalam bahasa Inggris diartikan sebagai “peniup peluit”. Disebut demikian karena sebagaimana halnya wasit dalam pertandingan sepak bola atau olahraga lainnya, yang meniupkan peluit sebagai pengungkapan fakta terjadinya pelanggaran. Istilah “peniup peluit “ diartikan sebagai orang yang mengungkap fakta kepada public, mengenai sebuah skandal, bahaya, malpraktik dari praktek korupsi.
Adapun istilah Whistleblowing dalam UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pelindungan Saksi dan Korban tidak memberikan pengertian Tentang “pengungkap fakta”, dan berkaitan dengan itu hanya memberikan pengertian tentang saksi. Adapun yang disebut dengan saksi menurut UU No. 13 Tahun 2006 adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan / atau ia alami sendiri.
Menurut sejarahnya, Whistleblowing sangat erat kaitanya dengan organisasi ala mafia sebagai organisasi kejahatan tertua dan terbesar di Italia, yang berasal dari Palermo, Sicilia. Sehingga sering disebut Sicilian Mafia atau Cosa Nostra. Kejahatan terorganisasi yang dilakukan oleh para Mafioso (sebutan terhadap anggota mafia) bergerak dibidang perdagangan heroin dan berkembang diberbagai belahan dunia, sehingga kita mengenal organisasi sejenis diberbagai Negara seperti Mafia di Rusia, cartel di Colombia, triad di Cina, dan Yakuza di Jepang.
Begitu kuatnya jaringan organisasi kejahatan tersebut sehingga orang-orang mereka bisa menguasai berbagai sektor kekuasaan, apakah itu eksekusf, legislatif maupun yudikatif termasuk aparat penegak hukum. Tidak jarang suatu sindikat bias terbongkar karena salah seorang dari mereka ada yang berkhianat. Artinya, salah seorang dari mereka melakukan tindakan sendiri sebagai peniup peluit untuk mengungkap kejahatan yang mereka lakukan kepada publik atau aparat penegak hukum. Sebagai imbalannya seseorang tersebut dibebaskan dari segala tuntutan hukum.
Selain itu, system ini mengurangi tindakan-tindakan tidak etis para birokrat dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu korupsi, maladministrasi, pengelolaaan keuangan negara yang tidak tepat, dan keputusan-keputusan birokrat yang menghasilkan kebijakan yang berpotensi berdampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Sebelum adanya whistleblowing system, tindakan-tindakan tidak etis tersebut biasanya disampaikan ke media massa, namun media tidak mempunyai wewenang formal untuk melakukan investigasi dan perbaikan secara langsung terhadap tindakan tidak etis tersebut. Selain itu, media juga tidak mempunyai mekanisme perlindungan terhadap pihak yang mengungkapkan adanya tindakantindakan tidak etis.
whistleblowing system sangatlah dibutuhkan, karena sistem ini menyediakan mekanisme perlindungan kepada Whistleblowing atas laporan yang akuntabel terhadap tindakan-tindakan birokrat yang tidak etis sehingga tidak hanya melindungi, tetapi juga memberikan kesempatan kepada pihak yang dilaporkan dari tuduhan yang salah.
Whistleblowing menjadi suatu elemen penting dalam organisasi sektor public, karena tanpa adanya system itu, korupsi dan tindakan tidak etis lainnya tidak dapat dicegah dengan maksimal. Hal ini dibuktikan dengan komitmen Pemerintah Indonesia dilihat dari penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) No. 7 Tahun 2015 Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015. Inspres ini spesifik mengatur optimalisasi pelaksanaan dan peningkatan efektifitas whistleblowing system.
Untuk diketetahui, Whistleblowing hanya dapat melaporkan tindakan illegal dan tidak etis yang berdampak pada kepentingan publik, bukan kepentingan pribadi. Contoh tindakan illegal dan tidak etis tersebut antara lain korupsi, maladministrasi, pengalokasian keuangan negara yang tidak sesuai, praktek-praktek penyelenggaraan negara lainnya yang dapat berdampak negatif terhadap lingkungan dan melibatkan adanya konflik kepentingan.
Merujuk hal diatas, Semangat pemberantasan korupsi di Provinsi Gorontalo, saat ini tengah menjadi agenda utama Aparat Penegak Hukum Di Gorontalo. Begitu banyak “Pekerjaan Rumah” yang diselesaikan satu persatu oleh APH, telah nyata dihadapan publik Bumi Hulonthalo. Bahkan dalam kurun waktu 2 (Dua) Tahun belakangan ini, kolaborasi antar APH menjadi bukti nyata adanya upaya pencegahan dan penindakan pada perilaku korup yang dilakukan oleh pencuri uang rakyat.
Lalu, bagaimana Semangat pada upaya pemberantasan korupsi harus dilaksanakan secara menyeluruh, baik itu perbaikan organisasi sebagai elemen hardcontrol maupun “orangnisasi” sebagai elemen softcontrol..? Kita juga paham bahwa selain menata organisasi, orangisasinya juga perlu bahkan harus ditata. [BERSAMBUNG]