DB – Opini, People’s Tribunal (PT) atau Mahkamah Rakyat adalah mekanisme alternatif dalam sistem demokrasi untuk masalah hukum gerakan ini muncul dari karena ketidak kepercayaan rakyat terhadap kebijakan dan penegakkan hukum oleh negara. People’s Tribunal pertama kali diselenggarakan oleh betran russel dan Jean Paul Satre pada tahun 1967 untuk menyelidiki kebijakan luar negeri dan intervensi amerika serikat Di Vietnam. Tribunal Russel menginspirasi kemunculan International People Tribunal (IPT) dan Permanen People Trubunal (PPT) terhadap kejahatan yang serius seperti perang, genosida, dan kejahatan terhadap kemanusiaan diberbagai negara.
Indonesia pernah digugat International People Tribunal (IPT) yang didugat oleh sekelompok rakyat terkait peristiwa 1965 – 1966 yang diselenggarakan di Den Haag belanda pada 10 – 13 November 2015. Hasil putusan IPT menyatakan bahwa indonesia bertanggung jawab atas 10 Pelanggaran berat HAM yang terjadi pada tahun 1965 – 1966. Kejahatan tersebut meliputi pembunuhan massal,pemusnahan, pemenjaraan, perbudakan, penyiksaan,penghilangan paksa, kekerasan seksual,pengasingan, propaganda palsu,keterlibatan negara lain, hingga genosida terhadap orang yang dituduh sebagai anggota atau pendukung partai komunis indonesia (PKI).
Penulis menegaskan bahwa tulisan ini tidak ada sangkut paut atau refleksi dari hasil pemilu 2024 tapi sebagai ilmu pengetahuan dan memberikan opini kepada publik. Sebelum kita membahas urgensi people tribunal maka perlu kita ketahui mekanisme dan prosesnya.
Tribunal memiliki format pengadilan HAM secara formal. Pada tahap awal, IPT membentuk Tim Peneliti profesional dan menyusun Dewan Hakim internasional. Tim peneliti bertugas menghimpun, meneliti, dan mengkaji data dan kesaksian, dan merumuskannya secara hukum dan menyerahkannya kepada Tim Penuntut/jaksa.
Jaksa akan mendakwa negara, berdasarkan bukti-bukti yang disajikan tentang pihak mana yang bertanggung jawab atas genosida dan kejahatan kemanusiaan yang meluas atau sistematis yang dilakukan negara. Bukti yang disajikan terdiri dari dokumen, bahan-bahan visual (audio), keterangan-keterangan saksi, dan sarana hukum lain yang diakui. Berdasarkan bahan dan bukti tersebut, Dewan Hakim akan menimbang, merumuskan dakwaan, dan menjatuhkan sanksi-sanksi hukum kepada para tersangka, serta mengusulkan reparasi dan ganti rugi bagi para korban dan penyintas kepada negara yang harus menyelesaikannya secara hukum.
Para hakim akan menghasilkan putusan berdasarkan materi yang disajikan dan memanggil negara terkait agar mereka menyadari bahwa sejauh ini mereka telah gagal untuk bertanggung jawab kepada para korban, baik secara hukum maupun moral. Putusan ini juga akan digunakan sebagai dasar untuk mengubah narasi sejarah; selain itu digunakan sebagai dokumen lobi untuk resolusi PBB mengenai kejahatan-kejahatan ini.
Mengapa Tribunal People Sangat Urgent Sekarang?
Kita tahu bersama kasus HAM di Indonesia sampai detik ini belum terselesaikan walaupun mahkamah rakyat secara formil tidak termasuk dalam sistem peradilan indonesia sehingga melalui tulisan ini ada sejarah dan permintaan maaf negara atas insiden pelanggaran HAM yang telah terjadi. Penulis menyoroti beberapa kasus HAM atas Hilangnya para aktivis 1998,tragedi kanjuruhan,kasus HAM papua dinilai dari krisinya pendidikan dan kesehatan, sempitnya ruang berekspresi bahkan kekerasan.
Apa Tujuan dari tulisan ini? Tujuan dari tulisan ini adalah untuk negara, Negara wajib bertanggung jawab atas tragedi yang telah terjadi walaupun secara formil putusan dari Mahkamah Rakyat tidak mengikat negara namun dari prespektif materil negara wajib meminta maaf atas insiden telah terjadi dalam hal ini presiden karena berangkat dari teori pactum subjections bahwa sekelompok manusia berdepakat membentuk negara dan memandatkan seseorang untuk mengurus negara dalam hal ini presiden. Kita tahu kasus ham akan selalu bermuncul setiap 5 tahun sekali sehingga melalui tulisan ini semoga bisa menyelesaikan siapa dalang,oknum yang bertanggung jawab atas insiden penculikan aktivis 1998.
Tulisan ini juga untuk masyarakat umum untuk membuka cakrawala masyarakat, jika mahkamah konstitusi lebih berpihak kepada eksekutif dan tidak memperhatikan nilai – nilai keadilan sehingga bisa menjadi pengetahuan atau landasan untuk menggelar mahkamah rakyat. Dan terakhir untuk korban, kita tahu bahwa untuk mendakwa pelaku atas insiden terjadi merupakan hanya utopis belaka jika kita melihat dari prespektif materil insiden ini bisa diterima oleh keluarga korban dengan permohonan maaf yang tulus dari negara.
Penulis mengutip perkataan Benardus Maria Taverne Geef me goede rechter, goede rechter commissarisen, goede officieren van justitien, goede politie ambtenaren, en ik zal met een slecht wetboeken van strafprocessrecht het geode beruken.
“Berikan aku hakim, jaksa, polisi dan advokat yang baik, niscaya aku akan berantas kejahatan meski tanpa undang-undang sekalipun”
Penulis : Moh. Sahrul Lakoro – Ketua Permahi Gorontalo