[Foto : Ilustrasi Istimewa]
DEBUTOTA, OPINI – Ketika artikel soal “warisan hutang untuk ST12” dirilis diberbagai medsos (facebook, tiktok & blog pribadi), seketika mendapat respon dari publik.
Salah satu yang harus direspon balik, pertanyaan soal didaerahnya mengalami hal yang sama seperti di pemerintah kabupaten gorontalo. Pertanyaannya, “siapa yang bertanggungjawab atas hutang-hutang di pemerintahan daerah”.
Di pemda-pemda terdapat berbagai macam hutang seperti hutang jangka panjang (pinjaman PEN daerah), hutang jangka menengah/pendek dan hutang lainnya serta penggunaan dana aermak/SiLPA aktif.
HUTANG PINJAMAN PEN DAERAH
Pengembalian pinjaman PEN daerah salah satu dari hutang jangka panjang yang pembayarannya selama 8 tahun. Siapa yang bertangungjawab atas pinjaman PEN daerah?. Kepala Daerah saja, bukan pemerintahan daerah (kepala daerah & DPRD). Mengapa?.
Pemda-pemda mendasarkan pinjaman PEN daerah pada PP 23/2020 dirubah dgn PP 43/2020 jo PMK 105/PMK.07/2020 beserta perubahannya. Dlm pelaksanaannya pemda-pemda mengabaikan PP 56/2016 ttg Pinjaman Daerah.
Dalam PP 56/2020, usulan & penilaian pinjaman daerah wajib mendapat persetujuan DPRD, namun dalam PP 43/2020, pemda-pemda yang mengajukan permohonan pinjaman PEN daerah hanya memberitahukan saja kepada DPRD.
Penerapan atas kedua ketentuan ini, pemda-pemda terbelah. Banyak pemda-pemda yang mewajibkan beroleh persetujuan DPRD, lainnya hanya memberitahukan ke DPRD saja termasuk pemerintah kabupaten gorontalo.
Dari makna ini, maka pemda-pemda yang mendapatkan pinjaman PEN daerah dengan persetujuan DPRD berarti tanggungjawab pinjaman PEN daerah adalah tanggungjawab pemerintahan daerah (kepala daerah dan DPRD), bukan tanggungjawab kepala daerah saja.
Namun, pemda-pemda mendapatkan pinjaman PEN daerah tanpa persetujuan DPRD, maka tanggungjawab penuh berada di kepala daerah saja, bukan pemerintahan daerah (kepala daerah dan DPRD).
Sehingga, persoalan pinjaman PEN daerah tak menjadi tanggungjawab DPRD. Begitu pula kepala daerah berikutnya tak bertanggungjawab secara hukum maupun atas pengembalian pokok dan bunga pinjaman PEN daerah.
Utk mengantisipasi lepasnya tanggungjawab pengembalian pokok dan bunga pinjaman PEN daerah oleh DPRD dan kepala daerah berikutnya, maka Menteri Keuangan melalui PMK 105/PMK.07/2020 beserta perubahannya mengaturnya, pembayaran kembali pokok dan bunga pinjaman PEN daerah dipotong dari penyaluran DAU/DBH.
PENGGUNAAN DANA AERMAK, HUTANG JANGKA PENDEK DAN HUTANG LAINNYA
Amburadulnya pengelolaan APBD, uang daerah dan APBD pada tahun-tahun terakhir ini berakibat pada amburadulnya realisasi pendapatan dan belanja yang berakibat pada:
(a). penggunaan dana aermak/SiLPA aktif (sisa-sisa DAU SG, DAK fisik/non fisik, insentif fiskal, pinjaman PEN daerah) yang hingga akhir tahun 31 desember tak terpulihkan.
(b). hutang jangka pendek. Belanja yang bersumber dari DAK fisik/non fisik dan DAU SG/BG, PAD, dan lain-lain sebagai hak pihak ketiga tak terbayarkan dan menjadi hutang.
(c). hutang lainnya. Tak terbayarnya hak-hak ASN yakni TPP, THR, TPP THR, TPP gaji13. Hak-hak perangkat desa dan kepala desa yakni ADD dan bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah.
Siapa yang bertanggungjawab atas penggunaan dana earmark/SiLPA aktif, hutang jangka pendek dan hutang lainnya?. Kepala daerah kah?. Bukan tapi kepala badan keuangan selaku PPKD/BUD dan kuasa BUD, saja. Mengapa?.
Bukan kepala daerah, sebab kepala daerah selaku pemegang kekuasaan keuangan daerah telah melimpahkan tugas penyusunan APBD dan segala kebijakan tata kelola keuangan daerah serta tugas mengatur masuk keluarnya uang daerah termasuk membayar tagihan kepada PPKD selaku BUD/kuasa BUD.
PENUTUP
Dengan demikian, yang bertanggungjawab secara hukum & moril dan pengembalian pokok dan bunga pinjaman PEN daerah adalah kepala daerah, bukan pemerintahan daerah (DPRD dan kepala daerah yang baru dilantik).
Sedangkan yang bertanggungjawab secara hukum (pidana, perdata, kepegawaian/disiplin PNS) & moril atas hutang jangka pendek, penggunaan dana aermak/SiLPA aktif dan hutang lainnya adalah kepala badan keuangan selaku BUD/kuasa BUD saja, bukan pemerintahan daerah (DPRD dan kepala daerah yang baru dilantik).(*)
Oleh:
Dr. H. YUSRAN LAPANANDA, SH., MH.
Penulis adalah Ahli Hukum Keuangan Daerah