DEBUTOTA, TAJUK – Uforia meyambut para Kepala Daerah yang terpilih, begitu riuh bergemuruh. Tim sukses hingga pendukung seluruh pasangan yang baru saja dilantik Presiden Prabowo Subianto, di Istana Negara siang tadi, menggambarkan kegembiraan dan kepuasan atas daya upaya selama prosesi Pemilihan beberapa waktu lalu.
Senyum dan tawa para Kepala Daerah dilokasi pelantikan, menjadi ilustrasi atas keyakinan dan harapan rakyat pada komitmen dan janji-janji kampanye dahulu.
Tapi bisa dipastikan, suasana menggembirakan itu akan berakhir diwaktu yang tidak terlalu lama. Sebab tugas utamanya, sudah menjemput kedua pasangan dimasing-masing daerah. Jaminan pendidikan, kesehatan serta kesejahteraan ditengah ketidakpastian ekonomi juga warisan hutang atas kebijakan pemimpin sebelumnya dan efisiensi anggaran oleh Pemerintah pusat, tentu mewajibkan para Kepala Daerah untuk segera bertindak dengan gesit.
Pola kerja serta kebijakan dari Pemerintahan sebelumnya, tentu tak luput dari penilaian. Pasalnya, begitu banyak kebijakan yang dinilai tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Ditambah dengan, maraknya perkara korupsi yang banyak menjerumuskan bawahan akibat kebijakan pemimpinnya. Hal ini tentu tidak sejalan dengan tujuan dan pemanfaatan program, namun apa boleh dikata jika nyaring janji kampanye lebih menarik. Apalagi nyaring janji itu dimiliki oleh pemimpin yang memiliki kemampuan untuk meyakinkan khalayak, walau tak seperti faktanya.
PEMIMPIN DELUSIONAL
Banyak pemimpin yang mempunyai mental delusional, tidak terkecuali di Gorontalo. Sebab, mereka sangat paham untuk bagaimana meyakinkan rakyat agar memilihnya. Dalam istilah psikologi, delusi itu suatu penyakit kejiwaan yang menganggap dirinya hebat, luar biasa, melebihi kapasitas rata-rata pemimpin, dan merasa yakin dirinya mampu menciptakan keajaiban sejarah yanh tak bisa dilakukan pemimpin lainnya.
Pemimpin tipe ini seringkali kehilangan sense of reality. Tidak bisa membedakan antara angan-angan dan realitas. Tidak mampu melihat kekuatan dirinya yang sebenarnya.
Dalam sejarah, Hitler adalah contoh tipe pemimpin delusional. Retorika Hitler dikenal hebat, mampu meyakinkan dan menggerakkan rakyat Jerman untuk bangkit membangun kembali kejayaannya setelah kalah dan hancur dalam Perang Dunia I. Hitler meyakinkan dirinya dan rakyatnya bahwa Jerman akan bangkit menjadi imperium yg mampu menguasai seluruh daratan Eropa.
Karena tertipu oleh delusinya, Hitler akhirnya termakan oleh angan-angannya sendiri dan memperoleh tekanan kuat dari lawan-lawan politiknya. Diceritakan, setelah posisinya terjepit dikepung oleh musuh, dia melakukan bunuh diri, menghindari tekuk lutut dibunuh lawannya.
Tentu saja Hitler merupakan sosok yang ekstrim sebagai tipe pemimpin delusional. Dalam kadar tertentu, Saddam Hussein dan Khaddafy mungkin juga dihinggapi gejala kejiwaan serupa. Sosok pemimpin yang merasa dirinya memperoleh mandat dari Tuhan, yakin berada di jalan Tuhan dan pasti dibela Tuhan, kalau tidak hati-hati juga bisa terkena delusi. Dirinya paling benar, yang lain salah, sehingga mesti ikut sebagai pendukungnya atau diposisikan sebagai lawan.
Dia merasa mendapat mandat dari rakyat dan dari Tuhan untuk menyelesaikan problem daerah dan bangsa ini. Pemimpin yang ada tidak becus mengurus rakyat. Para intelektual menjadi pengecut, lalu dia merasa paling tahu dan paling bisa memimpin kalau saja diberi kesempatan.
Selanjutnya, tidak tahu persis, apakah ada pemimpin kita pada produk pilkada serentak 2024 ini yang mengidap delusi. Percayakan Indonesia ke tanganku, semua persoalan akan selesai. Kira-kira begitu jalan pikirannya. Saat ini, jika berbicara perubahan itu pasti tidak segampang apa yang dijanjikan, sebab para pemimpin kali ini bukanlah orang sembarangan.
Terakhir, Semoga kepercayaan rakyat kepada para pemimpin yang baru dilantik ini, tidak terkhianati. Daerah menitipkan keagungannya untuk dikelola dengan sebaik-baiknya, untuk kepentingan rakyat, sebagaimana amanat undang-undang. [***]