DEBUTOTA, Tajuk – Seleksi terbuka Sekertaris Daerah (Sekda) Kabupaten Gorontalo 2024-2025, adalah selter paling bermasalah. Mengapa demikian…??
Seperti kita ketahui, Selter Sekda kali ini dilaksanakan sebanyak Dua gelombang. Kedua gelombang ini, dilaksanakan di masa transisi oleh dua Bupati berbeda. Dimana, Selter pertama dilaksanakan di zaman mantan Bupati Nelson Pomalingo dan selter kedua dimasa kerja Bupati Sofyan Puhi.
Sempat menjadi polemik, proses seleksi Sekda Selter pertama diminta untuk dihentikan oleh publik, utamanya pejuang kemenangan Sofyan Tonny. Mereka meminta untuk menunda proses seleksi, Chemistry (kecocokan), sebagai landasan utamanya.
Ternyata, setelah ditelusuri mendalam oleh Butota, penundaan yang sempat terjadi pada Tahun 2024 silam atau lebih tepatnya pada prosesi selter pertama, Panitia Pelaksana diduga bermasalah, karena salah mencantumkan point persyaratan umum, yang dalam hal ini adalah batas usia peserta Sekda. Dimana, kesalahan Pansel tidak bisa dianggap remeh karena berpotensi untuk digugat.
Hal tersebut diatas berkaitan dengan, batas paling tinggi peserta yang dipersyaratkan Pansel berusia 56 tahun, padahal menurut SE Menpan batas usia calon peserta SEKDA paling tinggi 58 tahun. Oleh karena hal itu, Badan Kepegawaian Negara (BKN) harus turun tangan dan meluruskan usia calon peserta SEKDA mengakomodir usia 58 tahun.
Pada history berikut, Publik & DPRD Kabupaten Gorontalo keberatan atas pelaksanaan selter SEKDA, yang dilakukan oleh mantan Bupati Nelson yang pada saat itu akan berakhir masa jabatannya. Dinamika dan adu statement dimedia pun tak terhindarkan, sehingga mengharuskan Pansel menunda prosesi itu.
Selanjutnya, pasca dilantiknya Sofyan Puhi dan Tonny S. Junus, proses seleksi sekda selter kedua. Malalui surat pansel nomor 800/Pansel-JPTP/5/III/2025, Bupati Sofyan menghentikan dan membuka kembali selter Sekda. Dimana pansel memperpanjang selter Sekda pada gelombang kedia dengan menghasilkan 5 nama yakni Bambang Supriyanto, Haris Latif, Ismail Akase, Safwan Bano, Yusran Lapananda.
Untuk diketahui pada gelombang pertama, tercatat Delapan nama yang mengikuti proses seleksi, yakni : Abd. Manaf Dunggio, Andris Amir, Cokro Katilie, Haris Suparto Tome, Heriyanto Kodai, Rahmat Pomalingo, Dony Lahatie dan Sugondo Makmur. Sehingga jika ditotalkan peserta selter berjumlah 13 nama minus Heriyanto Kodai yang pada saat itu tersandung kasus pidana korupsi.
Dari Dua belas nama yang tersisa dan setelah melalui proses seleksi yang digelar di Manado Sulawesi Utara, pansel meloloskan tiga nama yakni Abd. Manaf Dunggio, Cokro Katilie dan Sugondo Makmur, yang kemudian pansel diserahkan kepada Bupati Gorontalo. Melihat daftar tiga besar tersebut, dipastikan ketiga nama itu adalah hasil dari selter gelombang pertama, karena tidak menyertai satupun peserta dari selter gelombang kedua.
Sehingga pertanyaan yang harus dijawab oleh Bupati Sofyan dan Ketua Pansel Prof. Rauf Hatu adalah, untuk apa memperpanjang selter ke gelombang 2 jika pada akhirnya tak ada satu namapun yang berasal dari peserta selter gelombang kedua….??. Sebab pada point ini akan menjadi pintu masuk Aparat Penegak Hukum (APH), untuk menyelidiki anggaran yang dipergunakan, sebab pansel dan Bupati Gorontalo telah melakukan pemborosan uang daerah ditengah efisiensi belanja. Hal ini dikarenakan bahwa ternyata pansel dan Bupati Gorontalo tetap memilih 3 nama dari peserta selter gelombang pertama.
Pada fakta berikut, untuk melakukan selter Sekda gelombang kedua, Pansel melakukannya di BKN Manado dan BKN Gorontalo, Selter ini telah mengelontorkan uang daerah yang tak sedikit baik untuk biaya pelaksanaan selter maupun biaya perjalanan dinas yang diperkirakan kurang lebih ratusan juta rupiah.
Dari hasil terkini, terciptalah polemik yang diperkirakan menjadi masalah jangka panjang selama Sofyan Puhi Dan Tonny Junus memerintah. Nama Abd. Manaf Dunggio, pernah terlibat dalam organisasi yang dilarang pemerintah sebagai eks ketua HTI provinsi gorontalo. Jika nama ini tetap dipaksakan menjadi Sekda, maka bukan tidak mungkin Pemerintah Daerah Kabgor akan bermusuhan dengan lembaga-lembaga yang bergerak dibidang keamanan dan penanggulangan terorisme.
Masalah berikut jika, nama Sugondo Makmur tetap dipilih menjadi Sekda maka dipastikan Pemerintah Kabgor akan selalu berseberangan dengan aktifis, LSM dan Wartawan, sebab Bupati Sofyan telah mengambil resiko karena mempercayakan jabatan panglima ASN kepada mantan narapidana terhadap perkara pidana kasus penipuan, sebab point ini telah bertentangan dengan tujuan mulia UU Kepegawaian dan PP 53.
Lalu Ada nama Cokro Katilie, publik saat ini masih mencari-cari apa yang menjadi kekurangan pamong senior yang satu ini. Semua mata tertuju dan memperhatikan bahkan mulai mengulik kesalahannya. Namun, keterlibatan Cokro bukan pada perkara pidana. Senior ASN ini malah terjebak pada perbedaan haluan politik dukungan. Tersebar informasi bahwa Cokro adalah salah satu perumus visi misi pasangan ROAD (Roni Adnan) yang notabene adalah lawan politik Sofyan Puhi, bahkan pernah memberikan bantuan dana sebesar 50 juta Rupiah kepada Rony Adnan. Dan jika Sofyan Puhi memilih Cokro sebagai Sekda, dipastikan Musuh Pemerintah adalah 12 Anggota DPRD Kabgor yang berasal dari Partai Politik pengusung pasangan ST12.
Dilema Sofyan Puhi ada pada penjabaran diatas, karena sedari awal masalah-masalah tersebut sudah dilaporkan oleh Kesbangpol dan pihak intelijen kepada pihak-pihak terkait. Bupati, Wabup Gorontalo dan Pansel sudah diberitahu utamanya keterlibatan Abd. Manaf Dunggio dalam organisasi HTI sebagai eks Ketua DPD HTI Provinsi Gorontalo.
Khusus nama ini, laporan Kesbangpol dan Intelijen dianggap angin lalu oleh Pansel karena tetap meloloskan Abd. Manaf Dunggio kedalam 3 besar nama calon SEKDA. Bupati, Wabup Gorontalo dan Pansel seakan tak berdaya dengan keberadaan Abd. Manaf Dunggio, karena diduga dikawal kepentingan politik oleh Mr. X .
Sudah menjadi rahasia umum baik publik, pejabat dan parpol pengusung ST12, betapa kuatnya intervensi Mr X dalam segala urusan pemerintahan kabupaten gorontalo. Mr X mengendalikan pengambilan keputusan dan kebijakan yang dibuat Pemerintah Kabgor, seperti penempatan PNS dan pejabat dalam jabatan hingga keuangan daerah, Bupati Sofyan dibuat tak berdaya dan menyetujuinya.
Selanjutnya, walaupun kuatnya pengaruh Mr X dalam meloloskan Abd. Manaf Dunggio dan nama Sugondo Makmur yang beririsan dengan Pramuka milik Bupati Sofyan dalam 3 besar calon Sekda, Pansel semestinya tetap bekerja secara profesional dan tak terpengaruh dengan keberadaan Mr X.

Semestinya Pansel dari awal harus menggugurkan Abd. Manaf Dunggio dan Sugondo Makmur dalam kepersertaan calon sekda, karena tidak mengisi dokumen persyaratan pada kolom riwayat hidup, dengan benar. Dimana, Abd. Manaf Dunggio tidak mencantumkan Ketua HTI Provinsi Gorontalo pada kolom pengalaman (daftar kegiatan/organisasi yang pernah/sedang diikuti). Begitu pula Sugondo Makmur tak memberi keterangan/pernyataan atau tak mencantumkan statusnya sebagai mantan narapidana atau terlibat dalam kasus pidana penipuan berdasarkan Putusan PN Gorontalo Nomor Perkara: 57/PID.B/2014/PN.GTLO dan tidak mencantumkan pada kolom pengalaman (daftar kegiatan/organisasi yang pernah/sedang diikuti) sebagai Ketua KPU Bone Bolango yang kemudian diberhentikan karena Perkara:57/PID.B/2014.

Harus diketahui, bahwa dalam ketentuan yang dibuat Pansel pada Pengumuman Seleksi Terbuka Pengisian JPT Pratama di lingkungan Pemerintah Kabupaten Gorontalo Nomor:800/Pansel-JPTP/5/III/2025 dinyatakan pada angka VII. KETENTUAN LAIN Nomor 3, bahwa “Apabila dikemudian hari diketahui peserta memberikan data/keterangan tidak benar maka Pansel berhak menggugurkan peserta dalam proses seleksi”.
Dari ketentuan ini, pansel harusnya menarik kembali usulan daftar 3 nama calon Sekda dan mengganti 3 nama calon Sekda yang baru. Sebab pada frasa yang perlu digaris bawahi adalah calon Sekda atas nama Abd Manaf Dunggio dan Sugondo Makmur telah gugur dengan sendirinya, karena telah memberikan data/keterangan tidak benar.
Disamping itu, Bupati Sofyan selaku pihak pengguna mengambil kebijakan berdasarkan kondisi dan fakta atas dua calon yang bermasalah serta dengan mempertimbangkan keamanan dan stabilitas daerah, serta keberlangsungan pemerintahan daerah kabupaten gorontalo yang bersih dan berwibawa. maka harus mengembalikan 3 nama calon Sekda untuk digodok kembali dan mengganti dengan nama yang baru.
Dan atau Bupati Sofyan mengganti 3 nama yang ada dan kemudian pansel mengajukan 3 nama yang sebelumnya adalah pilihan original oleh Bupati Sofyan dan Pansel, yang tidak disukai dan ditolak oleh Mr X. [***]
 




 
							
















