DEBUTOTA, TAJUK – Seluruh muslim di Indonesia dan di seluruh dunia saat ini akan menjalankan ibadah puasa Ramadhan 1446 hijriah. Suasana Ramadan kali ini tampaknya menuntut kita untuk benar-benar berpuasa. Artinya, berpuasa bukan sekadar memenuhi perintah agama, melainkan juga karena kondisi riil bangsa kita mengalami efisiensi anggaran, yang menjadi kebijakan Pemerintahan Prabowo Gibran.
Umat muslim menyadari, pada bulan Ramadhan tidak hanya berpuasa pada siang hari, namun biasanya melakukan banyak sekali ritual keagamaan, seperti salat tarawih dan lainnya. Di antara ibadah paling utama adalah berpuasa, yaitu tidak makan, tidak minum, dan tidak melakukan perbuatan yang membatalkan ibadah puasa.
Ritual puasa seperti ini dianggap sebagai puasa yang (biasa) spesial, dan hampir setiap muslim bisa melakukannya, Seperti yang disampaikan Imam Ghazali. Namun, secara khusus adalah melaksanakan puasa khusus, yaitu puasa yang berhasil mencegah pelakunya dari melakukan hal-hal yang dilarang oleh Tuhan dan agama, termasuk melakukan korupsi.
Perlu ada tafsir ulang terhadap perilaku beragama para pejabat publik yang terjerat kasus korupsi. Seluruh instrumen beragama pada dasarnya ditujukan untuk mencegah perbuatan nista seperti korupsi dan penyimpangan kekuasaan sebagaimana juga puasa mengajarkan seperti itu.
Dalam Islam, korupsi dilarang secara tegas. Di kita suci Al Quran, Islam melarang mengambil harta orang lain tanpa hak dan mengancam harta itu dibawa ke akhirat oleh pelakunya. Nabi Muhammad SAW bersabda, bahwa korupsi adalah kehinaan, aib dan api neraka bagi pelakunya,
KONDISI DI MOMEN RAMADHAN
Keluarnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN & APBD, Pemerintah mengeluarkan kebijakan efisiensi anggaran, Inpres ini, tentu bertujuan dan memiliki niaat yang baik, namun sangat menjadi tidak terbiasa menurut pemikiran para pejabat baik ditingkat pusat maupun di daerah.
Pemerintah mau hemat atau menyiksa dan merugikan masyarakat…???, pertanyaan yang sering dijumpai dewasa ini. Dimana, Kebijakan efisiensi anggaran menjadi sorotan tajam di tengah dinamika politik dan ekonomi nasional.
Kita ketahui, Efisiensi anggaran ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan keuangan negara. Namun, kebijakan ini menuai kritik karena dianggap kontradiktif dan berpotensi berdampak negatif bagi pelayanan publik. Padahal, disatu sisi Pemerintah tetap memfokuskan alokasi anggaran pada target kinerja pelayanan publik.
Bersamaan dengan ritual puasa, ada pesan moral yang sangat kuat, yang harus termanifestasi dalam diri dan kehidupan para pejabat publik. Hal tersebut pernah dicontohkan oleh para pejabat publik pada masa lalu. Tidak melakukan korupsi, namun hidup mereka sangat bersahaja. Banyak sekali pejabat publik di masa lalu yang dikenal religius, dan jauh dari pelaku korup serta bergaya hidup sederhana.
Pada titik ini ibadah puasa sebetulnya harus diinternalisasi dalam penghayatan kehidupan beragama. Sebab ibadah puasa Ramadhan adalah ibadah yang sangat rahasia sifatnya, tidak diketahui oleh orang lain, karena yang menjalankan ibadah puasa bersikap pasif, beda dengan ibadah lain seperti haji yang cukup atraktif.
Bila sudah memaknai dan menghayati puasa Ramadhan secara baik, mestinya, tindakan korupsi menjadi hal yang otomatis ditinggalkan, karena korupsi juga bersifat rahasia, tidak diketahui oleh orang lain, hanya pelakunya dan tentu saja Tuhan yang tahu.
Perasaan bahwa Tuhan selalu mengawasi tindakan para pejabat publik harus senantiasa dihadirkan, terutama pada saat menjalankan puasa, sehingga kasus korupsi selama bulan puasa menurun, atau tidak ada sama sekali.
Namun yang menjadi persoalan adalah, apakah perasaan tersebut ada dalam jiwanya. Persoalan lain adalah, bila perasaan tersebut ada, bagaimana interaksi para pejabat publik dengan lingkungan sekitarnya?
Jangan-jangan saat sedang berpuasa, interaksi mereka sangat intens dengan orang-orang yang permisif terhadap tindakan korupsi, atau bahkan terbiasa melakukan tindakan korupsi. Sehingga yang muncul, bukan perasaan takut untuk meskipun sedang puasa.
GORONTALO DAN MOMEN RAMADHAN
Secara umum, para pejabat public diseluruh tingkatan dan para penegak hukum baik Polisi, Jaksa dan Hakim yang muslim adalah manusia yang baik dan secara sadar mengetahui manfaat dari ibadah di bulan Ramadhan. Sehingga, banyak yang berlomba-lomba mendapatkan hal yang baik dimomen ini, walau tidak sedikit yang memanfaatkannya.
Budaya korupsi yang sudah sangat mengakar pun menjadi focus pada tulisan ini. Ternyata, puasa Ramadhan, belum sepenuhnya merubah karakter dari hal yang menjerumuskan itu. Rayuan para “pemberi” membuat si penerima tak berdaya. Kebutuhan yang telah menjadi kebiasaan, menjadikan operasi itu adalah hal yang biasa juga.
DI Gorontalo, persoalan korupsi dewasa ini menghiasi dunia informasi. Khlayak dibuat kaget dengan adanya pemberitaan-pemberitaan yang kompleks mengarah pada korupsi. Contohnya, aktifitas tambang illegal yang memungkinkan terjadinya transaksi antara oknum penegak hukum, belum ditahannya pelaku korupsi walau sudah memiliki bukti-bukti dan ada pada tahapan yang sudah seharusnya. Belum lagi, dibeberapa pekan silam, banyak yang diduga koruptor telah dilakukan penahanan dan lain sebagainya.
Kolaborasi pidana korupsi ini, tentu telah menjadi hal yang biasa dan bukan lagi sesuatu yang disembunyikan. Publik dewasa ini, telah menganggap korupsi adalah perbuatan lumrah, sepanjang masih ada “komunikasi” semuanya terasa gampang oleh para pelakunya.
Jika dikolerasikan dengan kondisi terkini, kebijakan efisiensi anggaran dipastikan tetap ada cela untuk dinikmati oleh para pelakunya. Semakin besar kesulitannya, maka otak penerima uang haram ini, akan menjadi sangat kreatif demi menunjang kebiasaan-kebiasaan buruk itu.
(KATA MEREKA) TIDAK ADA SOLUSI, KORUPSI HARUS DINIKMATI
Sejatinya momen Ramadhan merupakan proses internalisasi nilai-nilai antikorupsi yang paling kuat, untuk membentuk dan jiwa para koruptor. Paling tidak, tolong absenlah walau hanya 30 hari. Karena pada hakikatnya,manusia diajarkan untuk berperilaku jujur terhadap diri sendiri, dan yang mengetahui dirinya berpuasa atau tidak hanya dirinya sendiri.
Sebagian mengatakan, momen puasa tahun ini begitu susah dan sebagiannya lagi mengumpat bahwa mending puasa dizaman covid-19. Uang ada, tinggal programnya yang disorong untuk pemulihan ekonomi. Saat ini, dipastikan otak-otak pelaku sementara Menyusun siasat intrik demi kebutuhan-kebutuhan selama moemen Ramadhan hingga Idul Fitri nanti.
Mestinya, momen ini dimanfaatkan untuk absen selama bulan Ramadhan, artinya para pelaku korupsi selama bulan puasa, berhenti melakukan perbuatan korupsinya.
Hal tersebut sebagai manifestasi dari keberhasilan penggemblengan diri selama bulan Ramadhan, yang oleh Al Quran disebut sebagai taqwa. Taqwa bermakna menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. [***]