Oleh: David Mohamad (Jurnalis Realitas.id)
DEBUTOTA, OPINI – Saya bukan baru kemarin menulis kasus ini. Saya, David Mohamad, jurnalis dan Pemimpin Redaksi Realitas.id, adalah salah satu yang sejak awal membongkar skandal haji bodong ini. Dan ini bukan tulisan yang netral-netral saja. Ini catatan marah, dari tanah yang diam-diam sedang digerus oleh tipu daya orang berkupiah yang duduk di kursi dewan.
Skandal ini bukan sekadar penipuan travel. Ini penistaan terhadap kepercayaan. Ini cerita tentang seorang anggota DPRD dari Partai Dakwah yang menyalahgunakan nama “Allah” untuk menguras harta rakyat kecil. Ini tentang lembaga negara yang pura-pura tuli, ketika umat dikhianati dan ditelantarkan di Tanah Suci.
Dan selama saya menulis, ancaman bukan hanya datang dari pihak luar. Saya bahkan pernah diancam Mustafa Yasin akan dilaporkan ke Polda melalui pengacaranya sendiri. Lalu, saya jawab silahkan dan saya tunggu laporannya. Tapi kalau itu harga dari membela para korban, saya bayar tunai.
Yang lebih menyakitkan adalah, hingga hari ini, Para korban masih menunggu keadilan. sementara lembaga-lembaga negara masih bermain aman, memilih bungkam, seolah-olah menunggu badai ini reda sendiri.
Puluhan calon jamaah dari Morowali, Gorontalo, Maluku Utara, hingga Sulawesi Utara menjadi korban janji suci yang ternyata palsu. Dana miliaran rupiah dikumpulkan oleh travel milik Mustafa Yasin, PT Novavil Mutiara Utama yang nyatanya tidak memiliki izin PIHK dan izin PPIU nya pun telah di Blokir.
Ada yang sudah sampai di Arab Saudi, tapi hanya untuk menunggu nasib di penginapan tanpa visa resmi. Banyak dari mereka akhirnya menelpon keluarga di kampung, memohon bantuan, meminjam uang, bahkan menjual sapi dan kebun demi harapan bisa berhaji.
Mereka percaya, Mereka patuh. Karena yang ngomong dan menjanjikan adalah orang yang
mereka tau dekat dengan kekuasaan, punya backing politik dan agama yang kuat.
Tapi semua itu nihil.Mereka kembali dengan luka, malu dan hutang. Bahkan setelah pulang, beberapa korban msih ditagi oleh mustafa lewat via chat pribadi, dimintai pinjaman uang agar ia bisa keluar dari Arab Saudi. Ini bukan lagi penipuan, ini eksploitasi keimanan, pemerasan atas nama agama. Dan lebih menyakitkan lagi, semua ini terlihat seakan di biarkan.
Dalam situasi seperti ini, sya juga teringat sabda Rasulullah yang menggambarkan karakter orang munafik :
“أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا: إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ، وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ.”
“Ada empat sifat: barangsiapa yang semuanya terdapat pada dirinya, maka ia adalah seorang munafik sejati. Dan barangsiapa yang terdapat pada dirinya salah satu dari empat sifat itu, maka pada dirinya ada satu sifat kemunafikan hingga ia meninggalkannya: jika dipercaya, ia berkhianat; jika berbicara, ia berdusta; jika berjanji, ia mengingkari; dan jika bertengkar, ia berbuat curang dan zalim.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini tidak saya tujukan pada pribadi siapa pun secara sembarangan , tapi biarlah publik yang akan menilai ulasan ini, apakah empat sifat itu telah terpenuhi dalam skandal ini?
Sebagai partai yang mengusung jargon dakwah dan membawa nama Islam, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) seharusnya menjadi garda terdepan dalam menegakkan kebenaran dan memutus aib kadernya yang mencederai umat.
Namun hingga kini, belum ada sikap tegas, bahkan seolah menjadi benteng diam yang menutup rapat kasus ini. Di sinilah kita teringat peringatan keras Rasulullah dalam sabdanya:
“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangannya, jika tidak mampu, maka dengan lisannya, jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Lalu, di posisi mana para elit PKS dan para pimpinan DPRD kita ini berdiri? Apakah mereka tidak mampu, tidak mau, atau justru menolak untuk peduli? Diam dalam melihat kemungkaran bukanlah netralitas, tapi keberpihakan terhadap kebatilan. Dan lebih parah lagi jika kebungkaman itu diselimuti oleh kepentingan politik atau solidaritas partai.
Hingga hari ini saya memantau, Mustafa Yasin masih menjadi Anggota aktif DPRD Provinis Gorontalo, meski sudah lebih dari dua bulan tak menghadiri sidsng paripurna, sudah lebih dari 10 kali absen tanpa kejelasan tapi tidak ada proses tegas yang berjalan.
Ketua DPRD dan Badan Kehormatan jugs seolah tak melihat pelanggaran etika dan moral yang terjadi terang-terangan.
Ini pelecehan terhadap institusi dan rakyat yang memilih. Kalau lembaga sekelas DPRD tak bisa menindak anggotanya yang menipu umat, untuk apa lagi ada lembaga kehormatan.?
PT Novavil milik Mustafa tidak lagi mengantongi izin resimi haji dan umroh, tapi tetap bisa menghimpun dana, menggelar manasik, dan memberangkatkan jamaah dengan skema yang tidak sah.
Dimana pengawasan Kementerian Agama? Apakah Kemenag tskut bertindak karena Mustafa punya backing politik? Apakah status sebagai anggota dewan membuat pelanggaran jadi bisa dimaafkan?
Kalau travel ilegal seperti ini bisa bertahan, maka masalah bukan lagi individu tapi sistem pengawasan yang selektif dan Oportunis.
Polda Gorontalo juga jangan tunggu nanti sudah viral dan didemo dari para jamaah, silahakan jmput bola. Hingga kini memang belum ada laporan resmi masuk ke Polda Gorontalo. Tapi fakta dan bukti sudah terpampang jelas lewat pernyataan para korban lewat ulasan media dan para wartawan, Kantor Pusat PT Novavil berada di Pohuwato, wilayah hukum Polda Gorontalo. Mustafa adalah anggota DPRD aktif. Lalu, mengapa penegak hukum masih menunggu laporan resmi?
Semuanya terjadi dengan skema nyaris sama, ini bukan ketidaksengajaan, Ini modus sistematis. Dan diamnya negara adalah bagian dari kegagalan kolektif itu.
Kalau negara ini bungkam, maka kita yang bicara. Sebagai jurnalis, saya tak mencari panggung, saya hanya menulis berdasarkan fakta dan suara korban. Tapi saya juga warga negara, saya tahu, kalau negara dan lembaga diam, maka kita pers, rakyat dan korban harus terus bicara.
Mustafa Yasin harus pulang dan bertanggung jawab. PKS harus memecat dia karena telah melanggar moral, DPRD dan BK harus menunjukkan integritas, Kemenag dan Polda harus bergrak cepat. Kalua tidak, kita semua sedang membiarkan kejahatan berkedok agama menjadi budaya.
Kalau ini dibiarkan, maka budaya tipu-menipu berbasis agama akan tumbuh subur. Dan kita akan kehilangan iman, sekaligus keadilan.
Bagi siapa pun yang masih berupaya membungkam saya dengan ancaman, yang mengatakan bahawa data dari sumber abal-abal, saya hanya ingin bilang.
“Kalian mungkin punya kekuasaan, kalian bisa berada dengan orang yang punya beckingan kuat. Tapi saya punya cerita para korban, dan cerita itu tak akan pernah kalian bungkam.” [***]