DEBUTOTA – GORONTALO KAB | Aliansi Masyarakat dan Mahasiswa Peduli Daerah (AMMPD) menyuarakan kritik keras terhadapk epemimpinan Ketua DPRD Kabupaten Gorontalo, Zulfikar Usira. Organisasi yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat dan mahasiswa ini menilai bahwa di bawah kepemimpinan Usira, DPRD Kabupaten Gorontalo telah kehilangan marwah sebagai lembaga perwakilan rakyat.
Dalam pernyataannya, AMMPD menyoroti beberapa tindakan kontroversial yang dilakukan oleh Ketua DPRD. “Lembaga DPRD yang mestinya menjadi simbol demokrasi, kanal aspirasi, hingga berperan dalam pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan, kini seolah menjadi sebuah korporat yang dipergunakan sesuka hati dan sewenang-wenang oleh Ketua,” tegas juru bicara AMMPD, Arif Rahim.
Salah satu kritik utama yang dilontarkan AMMPD adalah terkait kegiatan sidak, yang dilakukan Ketua DPRD ke berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan dalih pengawasan. Menurut Arif, sidak OPD bukanlah peran dan fungsi DPRD sebagaimana yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan.
“Faktanya, beberapa waktu sebelumnya Ketua DPRD melakukan sidak ke OPD dengan dalih pengawasan. Padahal sidak OPD itu bukanlah peran dan fungsi DPRD,” ungkap Arif.
AMMPD juga mengkritik prioritas Ketua DPRD yang memilih melakukan perjalanan dinas ke luar daerah di saat masyarakat menghadapi berbagai permasalahan mendesak. Saat ini, puluhan ribu masyarakat Kabupaten Gorontalo masih mengantri untuk mendapatkan pelayanan percetakan KTP, ditambah dengan polemik seleksi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) Paruh Waktu yang belum terselesaikan.
“Lebih parahnya lagi, saat ini Ketua DPRD memilih perjalanan dinas luar daerah, meninggalkan puluhan ribu antrian masyarakat yang terkendala percetakan KTP hingga polemik seleksi PPPK Paruh Waktu. Parah!” seru Arif. p
Kritik paling tajam AMMPD juga tertuju pada dugaan pelanggaran prosedur dalam persetujuan kerjasama antara Pemerintah Kabupaten dengan BSG terkait Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). AMMPD menuduh bahwa persetujuan tersebut dilakukan secara personal oleh Ketua DPRD tanpa melalui mekanisme kelembagaan yang seharusnya.
“Ketua DPRD justru keluar daerah menghadiri dan menyetujui kerjasama Pemkab dengan BSG terkait RKUD yang diduga tidak sesuai prosedur dan ketentuan perundang-undangan terkait kerjasama daerah dengan pihak ketiga,” Jelas Arif.
Arif juga menekankan bahwa kerjasama tersebut seharusnya memerlukan persetujuan DPRD secara kelembagaan, bukan keputusan sepihak dari Ketua DPRD.
“Kerjasama yang mestinya butuh persetujuan DPRD secara lembaga, tapi disetujui secara personal dan sepihak karena faktanya hal ini tidak pernah dibahas di lintas fraksi maupun pada unsur pimpinan DPRD,” tambah Arif.
AMMPD mendesak seluruh anggota DPRD Kabupaten Gorontalo untuk tidak bersikap pasif menghadapi situasi ini. Mereka meminta para anggota dewan untuk mengambil sikap tegas dan mengembalikan marwah lembaga DPRD.
“Kami mendesak para anggota DPRD jangan hanya duduk, diam, duit. Kembalikan marwah lembaga DPRD. Jangan jadikan DPRD sebagai bahan bargaining oknum untuk kepentingan pribadi, apalagi diduga hanya untuk memuluskan keinginan menjadi pimpinan organisasi tertentu,” tegas Arif.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Gorontalo, Zulfikar Usira pada klarifikasinya mengungkapkan pentingnya pelaksanaan tiga fungsi utama DPR yaitu legislasi, budgeting, dan pengawasan dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan daerah.
” Meskipun ASN bukan bawahan dari DPRD, namun terdapat keleluasaan bagi DPRD untuk menjalankan fungsi pengawasan. Ada tiga fungsi yang diketahui oleh semua, yaitu legislasi, budgeting, dan pengawasan. ASN itu bukan bawahan daripada DPRD, tapi ada keleluasaan di DPRD yaitu fungsi pengawasan,” ujarnya
Zulfikar menekankan bahwa dalam menjalankan fungsi pengawasan, pihaknya tidak melakukan sidak melainkan pendekatan silaturahmi ke setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Pendekatan ini dilakukan dalam rangka pembahasan anggaran, dimana setiap OPD memasukkan kebutuhan mereka untuk setiap tahun.
“Kita harus turun, bukan sidak namanya. Kita harus bersilaturahmi. Apa yang harus kita silaturahimkan ke setiap OPD? Dalam rangka ketika ada pembahasan anggaran,” jelasnya.
Zulfikar memberikan contoh konkret mengenai penganggaran tinta di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Capil). Menurutnya, untuk kebutuhan tinta sudah dianggarkan sekitar 150 juta rupiah yang diperkirakan dapat mengakomodir kebutuhan selama satu tahun dengan kisaran tersebut.
Namun dalam perjalanannya, terjadi berbagai hal yang tidak terduga yang menyebabkan anggaran tersebut terserap lebih cepat. “Salah satu contohnya, orang Gorontalo yang di luar daerah pindah di Kabupaten Gorontalo, maka meminta KTP yang seharusnya tidak dipikirkan oleh pihak Capil,” ungkapnya.
Ketua DPRD juga menyoroti tantangan lain seperti kehilangan KTP yang memerlukan penggantian. Kondisi ini menyebabkan anggaran yang sudah direncanakan untuk satu tahun menjadi terkuras karena permintaan yang tidak terduga sebelumnya.
“Yang kedua, KTP-nya hilang. Ketika KTP-nya hilang dan dia mau minta untuk buat KTP-nya, maka penganggaran yang sudah satu tahun dianggarkan untuk KTP itu akan terkuras dengan hal itu,” Urai Zulfikar.
Menanggapi kritik terkait banyaknya perjalanan dinas yang dilakukan anggota DPRD, termasuk perjalanan dinas (perdis) ke Manado, Anggota DPRD Kabupaten Gorontalo, Zulfikar menjelaskan bahwa perjalanan dinasnya ke Manado bukan tanpa tujuan yang jelas. “Di Manado itu saya diundang dalam rangka OJK (Otoritas Jasa Keuangan), ada kerjasama di sana,” Kata pria yang akrab disapa Borju itu.
Menurut Borju, kerjasama dengan OJK ini berkaitan dengan penyelesaian masalah BI checking yang selama ini menjadi hambatan bagi masyarakat, khususnya para peternak dalam mengakses pembiayaan.
” Salah satu contoh konkret yang disampaikan adalah program penggemukan sapi di Bank SulutGo yang mengalami kendala karena masalah BI checking. Petani-petani peternak ini harus mendapatkan suntikan anggaran, terhalangi dengan BI checking itu,” kata Borju
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah daerah dan DPRD berupaya melakukan koordinasi langsung dengan OJK mengingat otoritas BI checking kini berada di lembaga tersebut. “Alhamdulillah terjawab oleh OJK,” tambahnya.
Selain masalah BI checking, Borju juga menjelaskan tentang program lain yang sedang diupayakan, yakni kerjasama dengan Bank SulutGo (BSG) untuk implementasi sistem pembayaran non-tunai dalam pencairan dana desa.
“Dana desa ini kan masih manual, sekarang mau dibuat program pembayaran yang dilakukan non-tunai,” ungkap Zulfikar.
Program ini dilatarbelakangi kekhawatiran akan keamanan kepala desa saat mencairkan dana secara manual.
“Kita takut ketika kepala-kepala desa mencairkan uang secara manual, kita tidak tahu ada hal yang tidak diinginkan. Semisal ketika di jalan mereka mengeluarkan uang, ambil uang di bank di jalan tidak aman kan,” jelasnya.
Menanggapi kritik yang muncul, Zulfikar menyambut baik adanya pengawasan dan komunikasi dari berbagai pihak. “Artinya kami ingin dikritisi juga kemudian berbanding lurus, paling tidak ada komunikasi seperti ini,” katanya.
Zulfikar menekankan bahwa semua program yang dijalankan bertujuan untuk kepentingan masyarakat Kabupaten Gorontalo. “Wajar kalau ketika kemudian ini dikritisi, wajar. Yang disuarakan oleh teman-teman juga kan kepentingan semua masyarakat Kabupaten Gorontalo,” tutup Zulfikar. [JFR]




















