Scroll untuk baca artikel
banner 350x300
Example floating
Example floating
Tajuk & Opini

Teka-Teki Politik Sofyan Puhi : Dilema Strategis Persimpangan Antara Instrumen NasDem Dan Kekuatan Golkar

297
×

Teka-Teki Politik Sofyan Puhi : Dilema Strategis Persimpangan Antara Instrumen NasDem Dan Kekuatan Golkar

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

BUTOTA – TAJUK | Posisi Bupati Kabupaten Gorontalo Sofyan Puhi kini berada di persimpangan politik yang menarik. Sebagai Wakil Ketua DPW Nasdem Gorontalo, namanya mulai disebut-sebut berpeluang bergabung ke Partai Golkar, tepat di tengah momentum pemilihan Ketua DPD II Golkar Kabupaten Gorontalo.

Posisi Ketua DPD II Partai Golkar Kabupaten Gorontalo bukan sekadar jabatan struktural partai biasa. Dengan 9 kursi di DPRD, kekuatan terbesar Golkar memegang bargaining power politik yang sangat strategis. Kursi ketua partai ini, menjadi kunci pengendali mesin politik yang solid, yang mampu menentukan arah kebijakan daerah dan memperkuat posisi siapa pun yang memegangnya.

Saat ini, tiga nama bersaing memperebutkan posisi strategis itu, Zukfikar Usira (Ketua DPRD Kabupaten Gorontalo), serta para legislator senior Iskandar Mangopa dan Irwan Dai. Ketiganya memiliki basis massa dan pengalaman politik yang kuat.

Fenomena eksodus kader Nasdem menjadi sinyal Krisis Kepercayaan, dimana posisi Sofyan Puhi menjadi semakin rumit ketika dilihat dalam konteks sosial-politik yang lebih luas. Partai Nasdem Gorontalo tengah menghadapi fenomena yang mengkhawatirkan, yakni mulai ditinggalkan oleh kader-kader terbaiknya.

Kasus paling mencolok adalah Bupati Boalemo Rum Pagau yang juga menjabat sebagai Ketua DPD Partai Nasdem Kabupaten Boalemo. Kepergian figur sekaliber Rum Pagau yang juga seorang kepala daerah sekaligus pimpinan partai di tingkat kabupaten, bukan sekadar perpindahan individu melainkan simbol dari krisis internal yang lebih dalam.

faktor sosial-politik yang bisa dibaca dari fenomena mengapa kader terbaik pergi meninggalkan Nasdem, mungkin dimulai dari krisis Kendaraan Politik. Kader merasa Nasdem tidak lagi memberikan jaminan elektabilitas sehingga mesin partai, dianggap lemah dalam memenangkan kontestasi elektoral.

Disatu sisi, Infrastruktur politik NasDem di Kabupaten Gorontalo tidak sebanding dengan partai besar seperti Golkar. Ini juga bisa dilihat dari pragmatisme politik lokal, dimana kepala daerah incumbent butuh dukungan legislatif yang kuat. Nasdem dengan kursi terbatas di DPRD dianggap tidak cukup melindungi kepentingan politik mereka, apalagi koalisi yang mendukung Sofyan, terlihat retak akibat tak seiring sejalan dalam beberapa momen.

Partai besar menawarkan “jaminan keamanan politik” yang lebih baik, sehingga persepsi publik yang melemah, mulai mempertanyakan konsistensi ideologi Nasdem. Dengan eksodus kader menciptakan citra partai, yang “tidak mampu mempertahankan orang-orang terbaiknya. Hal itu meninggalkan efek domino, ketika satu kader pergi, yang lain mulai berpikir untuk ikut.

Alasan berikut yang bisa ditafisrkan adalah ketimpangan sumber daya politik, dimana Partai NasDem walau disokong Rahmat Gobel, tetap kalah dalam hal pendanaan dibanding partai yang establishmen. Berikut berbicara tentang jaringan patronase politik, Nasdem belum sekuat partai senior seperti Golkar. Akses ke kekuasaan pusat yang terbatas, membuat Sofyan dilema ganda. Dalam konteks ini, Sofyan Puhi menghadapi dilema berlapis.

Dilema Pertama, ukut eksodus atau jadi penyelamat?

Jika Sofyan mengikuti jejak Rum Pagau bergabung ke partai lain (Golkar), ia akan memperkuat narasi bahwa Nasdem memang “kapal yang sedang bocor.” Sebagai Wakil Ketua DPW, kepergiannya akan menimbulkan dampak psikologis yang lebih besar. Tidak hanya kehilangan seorang bupati, tetapi juga pimpinan partai tingkat provinsi.

Namun, jika ia bertahan, Sofyan berpotensi menjadi “jangkar” yang menahan gelombang eksodus. Ini bisa mengangkat citranya sebagai figur yang loyal dan konsisten, meski harus bekerja lebih keras dengan sumber daya terbatas.

Dilema Kedua: Memperkuat Posisi vs Membangun Kredibilitas

Bergabung ke Golkar memberikan kekuatan politik instan, 9 kursi DPRD adalah modal besar untuk mengamankan pemerintahan. Tetapi ini mengorbankan kredibilitas sebagai pemimpin yang konsisten. Di mata publik, ia bisa dianggap sebagai “politisi oportunis” yang mengutamakan kekuasaan di atas loyalitas. Sebaliknya, bertahan di Nasdem sambil memperkuat partai adalah jalan terjal namun lebih terhormat. Ini membutuhkan strategi jangka panjang dan kerja ekstra keras.

Teka-teki politik Sofyan Puhi jika benar-benar berniat memperkuat posisinya sebagai Bupati melalui Golkar, maka harus dilakukan beberapa strategi politik. Dengan skenario pindah haluan ke Golkar, maka menguasai mesin partai terbesar di DPRD, tentu dapat mengamankan program pembangunan. Dengan membangun koalisi solid dengan 9 anggota DPRD Golkar, pasti dapat meminimalisir gesekan politik dengan legislatif. Walau ada resiko kehilangan kepercayaan basis Nasdem dan stigma “politik transaksional”.

Jika Sofyan pindah, Nasdem akan kehilangan figur sentral di dua kabupaten (Boalemo dan Gorontalo)
Kader-kader lain akan semakin termotivasi untuk ikut eksodus. Partai bisa runtuh dalam hitungan bulan stigma “partai transit” akan melekat kuat.

Namun jika Sofyan bertahan, mengirim pesan kuat bahwa Nasdem masih layak diperjuangkan. Membuka peluang menarik kader-kader baru, yang menghargai loyalitas. Membangun fondasi politik yang lebih sustainable, yang dapat meningkatkan bargaining position dengan partai lain justru karena konsistensi.

Kepergian Rum Pagau, seharusnya menjadi alarm bagi DPW Nasdem Gorontalo. Ketika seorang ketua partai tingkat kabupaten yang juga bupati memilih pergi, ada yang salah dalam tata kelola internal. Mungkin kurangnya dukungan dari pusat, lemahnya koordinasi, atau tidak adanya visi jangka panjang yang jelas.

Sofyan Puhi, sebagai Wakil Ketua DPW, berada di posisi untuk memperbaiki ini atau justru mengonfirmasi bahwa Nasdem memang tidak viable sebagai kendaraan politik di Gorontalo.

Sofyan Puhi menghadapi dilema klasik, apakah harus loyal ke partai versus pragmatisme kekuasaan. Bergabung ke Golkar memberi kekuatan instan, tetapi mengorbankan kredibilitas politik jangka panjang. Bertahan di Nasdem menunjukkan konsistensi, namun membutuhkan kerja keras membangun koalisi di tengah dominasi Golkar dan fenomena eksodus kader.

Yang pasti, dengan 9 kursi Golkar di DPRD, siapa pun yang memegang kendali partai beringin itu akan memiliki kata kunci dalam peta politik Kabupaten Gorontalo.

Pertanyaannya, apakah Sofyan Puhi akan menjadi bagian dari mesin politik dengan menjadi domino berikutnya yang jatuh setelah Rum Pagau, atau justru membangun kekuatan tandingan yang setara dan menghentikan eksodus?

Teka-teki politik ini akan terjawab dalam waktu dekat, seiring dengan pengumuman pemilihan ketua Golkar yang baru dan langkah-langkah politik Sofyan Puhi selanjutnya. Keputusannya tidak hanya akan menentukan masa depan politiknya sendiri, tetapi juga nasib Partai Nasdem di Gorontalo. [***]

Example 120x600
banner 300x250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *