BUTOTA – TAJUK | Langkah berani diambil Bupati Bone Bolango, Ismet Mile, dalam merespons gelombang kritik dan keresahan publik yang menyeruak beberapa waktu terakhir. Dimulai dari penonaktifan seluruh Tim Kerja Bupati (TKB) yang selama ini disorot karena dugaan praktik nepotisme dan loyalitas politik yang berlebihan, hingga keputusan strategis dengan melakukan rotasi dan pengukuhan terhadap pejabat struktural di lingkungan pemerintahan.
Dua langkah ini bukan hanya respons atas tekanan publik, melainkan juga sinyal kuat bahwa pemerintah ingin mengembalikan kepercayaan dan fokus birokrasi pada pelayanan publik, bukan pada dinamika politik internal atau loyalitas kepada kekuasaan. Perombakan struktur birokrasi ini—jika dilakukan dengan landasan objektif dan berorientasi kinerja—dapat menjadi fondasi awal perubahan budaya kerja pemerintahan.
Namun perlu diingat, rotasi pejabat hanyalah bagian permukaan dari perubahan. Pembenahan birokrasi yang substantif memerlukan transformasi budaya organisasi, mentalitas aparatur, dan tata kelola yang transparan. Karena itu, langkah-langkah ini perlu dikawal dengan pembenahan sistemik dan berkelanjutan.
Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah melakukan “reset mental”, dengan menghidupkan kembali semangat melayani, etos kerja tinggi, serta netralitas dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan. Di tengah kelelahan birokrasi akibat friksi internal, loyalitas ganda, dan tekanan sosial politik, pendekatan ini dapat menjadi pemantik perubahan budaya kerja yang lebih sehat.
Namun program ini tidak akan berarti banyak jika tidak dibarengi dengan penguatan sistem evaluasi kinerja berbasis merit, bukan loyalitas, sanksi tegas terhadap pelanggaran etika atau penyalahgunaan wewenang, monitoring pasca-rotasi pejabat agar penempatan jabatan benar-benar menghasilkan dampak positif terhadap pelayanan publik dan pemusnahan kultur kubu-kubuan atau faksionalisme di dalam pemerintahan, yang selama ini menjadi batu sandungan dalam koordinasi dan efektivitas kebijakan.
Perubahan sejati hanya bisa tumbuh dari dalam. Dan itu dimulai dari keberanian pejabat publik untuk meninggalkan ego sektoral dan kepentingan kelompok demi satu tujuan bersama: pelayanan maksimal untuk rakyat Bone Bolango.
Rotasi pejabat yang baru saja dilakukan, seharusnya tidak dilihat sebagai rutinitas biasa. Ia harus dimaknai sebagai momentum strategis dalam mengejar target-target pembangunan dan janji politik kepala daerah. Pemerintah daerah kini dihadapkan pada kebutuhan untuk menuntaskan pekerjaan rumah besar: peningkatan kualitas pendidikan, pelayanan kesehatan, pengentasan kemiskinan, serta pemerataan infrastruktur.
Berdasarkan catatan Bappenas dan Kemendagri, birokrasi yang sehat dan adaptif menjadi faktor kunci suksesnya program pembangunan daerah. Maka, Bone Bolango harus menempatkan reformasi birokrasi bukan sekadar pelengkap, tetapi sebagai mesin utama percepatan pencapaian visi-misi kepala daerah.
Masyarakat tidak lagi tertarik pada siapa yang menjabat, tetapi bagaimana jabatan itu dijalankan. Seberapa cepat perizinan diproses, seberapa ramah pelayanan kesehatan, seberapa tepat bantuan sosial disalurkan. Itulah tolok ukur yang kini menjadi standar baru di mata rakyat.
Akhiri Faksionalisme, Bangun Pemerintahan yang Kompak
Satu hal penting yang tidak boleh diabaikan adalah penyelesaian konflik faksionalisme di kalangan pejabat, baik yang berbasis kelompok loyalis, politik, maupun jaringan pribadi. Rivalitas internal yang tidak produktif hanya akan melemahkan koordinasi dan memperlambat respons terhadap kebutuhan masyarakat.
Sudahi ego sektoral, singkirkan konflik kepentingan. Pemerintah yang kuat adalah pemerintah yang solid dari dalam. Jika antarpejabat sibuk saling jegal atau tarik-menarik kepentingan, maka rakyatlah yang paling dirugikan. Saatnya membangun pemerintahan Bone Bolango yang kompak, visioner, dan bekerja secara terukur.
Terakhir, kita harus melihat bahwa momentum perubahan itu tidak datang dua kali. Dengan menonaktifkan TKB, melakukan rotasi pejabat, dan mendorong pembenahan mental ASN, Bone Bolango sedang berada di titik kritis perubahan. Pemerintah punya momentum, tapi juga punya tanggung jawab besar untuk menjaga arah reformasi ini tetap konsisten.
Tugas kita bersama, baik masyarakat sipil, media, dan seluruh elemen pengawasan, adalah memastikan bahwa langkah-langkah ini bukan sekadar kosmetik, melainkan fondasi menuju tata kelola pemerintahan yang bersih, profesional, dan berorientasi pada hasil.
Momentum telah dimulai. Jangan biarkan kembali tenggelam oleh konflik lama dan kebiasaan buruk birokrasi. Bone Bolango bisa menjadi model perubahan di Gorontalo—jika pemerintah benar-benar menjadikan kritik sebagai bahan bakar reformasi, bukan ancaman. [***]




















