Scroll untuk baca artikel
banner 350x300
Example floating
Example floating
Tajuk & Opini

Luka Lama “Panen Tunjangan” DPRD Kabupaten Gorontalo, Dampak Hukum Harus Dituntut (2)

436
×

Luka Lama “Panen Tunjangan” DPRD Kabupaten Gorontalo, Dampak Hukum Harus Dituntut (2)

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi [CNBC]
Example 468x60

DEBUTOTA, TAJUK – Sudah menjadi rahasia umum bahwa pembayaran tunjangan komunikasi intensif dan dana operasional pimpinan DPRD Kabupaten Gorontalo, telah melebihi Klasifikasi Keuangan Daerah (KKD).

Pada pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang hak keuangan  dan administratif pimpinan dan anggota DPRD, tunjangan komunikasi intensif masuk pada kriteria penghasilan yang menjadi hak. Disamping itu, pada pasal 20, diatur juga mengenai dana operasional.

Sebenarnya, sesuai dengan Permendagri Nomor 62 Tahun 2017, Kabupaten Gorontalo masuk pada kelompok pada kemampuan keuangan daerah berkategori rendah. Namun Pemerintah Daerah melalui TAPD melakukan perhitungan KKD untuk Tahun Anggaran 2023, berdasarkan Permendagri Nomor 62 Tahun 2017 dan Surat Edaran Nomor 188.31/7808/SJ tanggal 2 November Tahun 2017. Dari hasil tersebut, terjadi perbedaan dasar perhitungan pengelompokkan KKD yang mengakibatkan kelebihan belanja pegawai, karena telah mengadopsi perhitungan KKD kategori sedang.

Kelebihan tersebut diantaranya untuk pembayaran dana operasional pimpinan DPRD sebesar Rp. 22.680.000,- dan Tunjangan Komunikasi intensif sebesar Rp. 371.280.000,-. Hal ini tentu menimbulkan permasalahan yang mengakibatkan pembebanan terhadap keuangan daerah. Dimana jika dirinci ;

  • Pembayaran tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi sebesar Rp. 323.000.000-
  • Kelebihan pembayaran atas dana operasional pimpinan DPRD dan tunjangan komunikasi intensif sebesar Rp. 3.859.265.655,- (3.465.305.655,- + 393.960.000,- )

Terinformasi, seluruh kerugian akibat pembayaran kelebihan diatas, sebagian sudah dibayarkan. Jumlahnya variatif Baik dari unsur pimpinan maupun seluruh anggota DPRD Kabupaten Gorontalo untuk periode 2019-2024, ada yang sudah melunasi namun ada juga kumabal untuk menyelesaikan.

Namun pada perkara ini, tentu tidak bisa dikategorikan “selesai” jika sudah membayar. Pada penanganan perkara ini, telah ditemukan perbuatan melawan hukum yang seharusnya ditindaki oleh aparat. Dimana, kasus tersebut sudah direkomendasikan oleh Aparat Penegakan Intern Pemerintah (APIP), ke pihak Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo, setelah mendapatkan rekomendasi BPK.

Sesuai undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan BPK tentang penyelesaian ganti kerugian negara, maka seharusnya seluruh anggota DPRD Kabupaten Gorontalo untuk periode tahun 2019-2024, wajib diproses hukum. Hal ini, tidak bisa dikategorikan ringan hanya karena sudah membayar ganti rugi yang dimaksud pada tulisan ini.  Karena, perkara ini telah direkomendasikan kepada Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo, setelah APIP memberikan kesempatan waktu selama 90 hari untuk menyelesaikan. Beda konteksnya jika LHP itu masih direkomendasikan BPK ke APIP, sebab prosedurnya masih bersifat pengembalian.

Seharusnya, setelah mendapatkan rekomendasi dari APIP, Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo sudah melakukan proses penyelidikan terhadap dugaan perbuatan melawan hukum atas kelebihan panen tunjangan tersebut, dalam rangka menemukan peristiwa pidana dalam TGR tersebut. Apakah kelebihan bayar tersebut menjadi bagian dari kebijakan yang melawan hukum atau tidak…??? Sementara kita tahu, KKD Kabupaten Gorontalo dipaksakan dari rendah menjadi sedang. Apakah Perbuatan Melawan Hukumnya ada disitu…???

PEMBAYARAN TGR, TIDAK MENGHAPUS STATUS KORUPSI

Pembayaran tuntutan ganti rugi dalam kasus korupsi tidak menghapus status korupsi dari perbuatan yang telah dilakukan. Ini adalah prinsip penting dalam hukum pidana Indonesia.

Beberapa poin kunci yang perlu dipahami bahwa Status Tindak Pidana Korupsi tetap merupakan tindak pidana meskipun kerugian negara sudah dibayar atau dikembalikan. pengembalian kerugian negara bukan alasan penghapus pidana, melainkan faktor yang dapat meringankan hukuman. Perbuatan korupsi dinilai dari saat perbuatan dilakukan, bukan dari konsekuensi setelahnya

Dalam Praktik Peradilan, Pengembalian kerugian negara dapat menjadi pertimbangan hakim untuk memberikan hukuman yang lebih ringan. Hal ini diatur dalam Pasal 4 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selanjutnya, pengembalian aset dapat menunjukkan itikad baik terdakwa. Adapun pada implikasi hukumnya, proses hukum tetap dapat dilanjutkan meskipun ganti rugi sudah dibayar, yang dimana sanksi pidana (penjara) masih dapat dijatuhkan dan yang berkurang biasanya adalah sanksi denda atau pidana tambahan.

Jadi pembayaran ganti rugi lebih tepat dipandang sebagai upaya pemulihan kerugian negara dan faktor peringanan hukuman, bukan sebagai penghapus sifat koruptif dari perbuatan tersebut.

Apa langkah Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo hari ini….??? Apakah Jaksa Agung Muda Kejaksaan Agung harus turun tangan terhadap kasus ini.,..???

BERSAMBUNG…

Example 120x600
banner 300x250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *