DEBUTOTA, TAJUK – Satu lagi bukti Bupati Sofyan Puhi melupakan perjuangan, koalisi pemenangannya di Pilkada serentak 2024 silam. Setelah NasDem yang sempat diisukan retak, kali ini konsistensi PDI Perjuangan seperti sudah diujung tanduk.
Pengumuman 3 nama calon sekertaris daerah pada Senin (5/4), menambah rentetan disharmonisasi yang terjadi dikubu pemenangan. Berdasarkan Surat nomor : 800/PANSEL/-JPTP/2025, Panitia Seleksi Terbuka menyebut Tiga besar calon sekda, yaitu : Dr. Abd. Manaf Dunggio, M.Si, Dr. Cokro R. Katili,M.E dan Sugondo A. Makmur, S.Pd.,M.H adalah Tiga nama yang ditandatangani oleh ketua pansel Prof. Dr. Rauf A. Hatu,M.Si dan berdasarkan fakta diatas, maka bisa dipastikan telah terjadi perpecahan diinternal koalisi pemenangan.
Jika kita menilik pada peristiwa beberapa waktu terakhir, Bupati Sofyan Puhi memang tidak mempercayai partai politik yang telah menolongnya, hingga tiba disinggasana tertinggi prestasinya. Terlepas dari posisi di internal pemerintahan, situasi politik diperkirakan menjadi runyam karena tidak menjamin kenyamanan selama memerintah.
Situasi politik, seperti kita tahu akan mempengaruhi seluruh kebijakan pemerintahan. Terlepas dari judul penanganan benturan kepentingan, psikologis koalisi pemenangan seharusnya diberikan perhatian khusus. Kompleksitas masalah yang akan datang, bisa jadi riwayat buruk bagi Sofyan Puhi secara politik.
SELEKSI JABATAN SEKDA
Setelah melalui proses terbuka pada beberapa waktu lalu, Tiga nama yang kemudian dinyatakan lolos administrasi, asesmen hingga ujian gagasan, menuai beberapa pertanyaan. Dimana, putusan Timsel dinilai cacat ideologis bahkan Kabupaten Gorontalo disebut dalam ancaman penyusupan khilafah.
Hal ini mengacu dengan diloloskannya Dr. Abd. Manaf Dunggio, M.Si sebagai salah satu dari tiga nama Calon Sekda hasil seleksi Timsel. Pada riwayatnya, Dr. Abd. Manaf Dunggio adalah mantan ketua Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Gorontalo. Seperti kita ketahui, HTI adalah organisasi terlarang karena secara terang-terangan menolak Pancasila dan berencana mengganti system negara dengan Khilafah.
Sehingganya, Ketika Timsel meloloskan Dr. Abd. Manaf Dunggio pada daftar Tiga besar Calon Sekda Kabupaten Gorontalo, disebut adalah hal yang sangat membahayakan. Sebab, ini bukan saja kesalahan teknis administrasi, namun bisa dikatakan adalah kelalaian yang sangat serius. Pertanyaannya, lolosnya nama yang memiliki Riwayat keterlibatan dengan HTI ini, sudah sepersetujuan Sofyan Puhi sebagai Bupati Gorontalo..??? Bukankah, Semua Calon harus meminta izin ke Bupati untuk mengikuti proses seleksi tersebut..?? Ada apa dengan Sofyan Puhi dan Timsel…????
Saat ini, hasil seleksi Calon Sekda Kabgor melalui putusan Timsel dinilai cacat secara ideologis dan mencederai semangat konstitusionalisme. Sehingga, menjadi pembahasan diruang public, dimana posisi ideologis Sofyan Puhi sebagai Bupati Gorontalo…? Apakah dia menyadari resiko strategis dengan meloloskan eks ketua HTI Gorontalo atau simpatisan Gerakan khilafah, menjadi panglima ASN..??
Selanjutnya, public menilai bahwa Sofyan Puhi sebagai Bupati, sepertinya secara sengaja meloloskan Dr. Abd. Manaf Dunggio untuk mengisi posisi strategis dalam mengendalikan birokrasi. Dan untuk masalah ini, sepertinya Kementerian Dalam Negeri, BKN dan Pemerintah Provinsi Gorontalo harus segera memperhatikan hasil seleksi Timsel pesanan Sofyan Puhi terhadap jabatan Sekda ini. Sebab jika tidak, ini akan menjadi preseden buruk, sebab Kabupaten Gorontalo akan menjadi pelopor bagi daerah yang membiarkan person anti Pancasila lolos dalam celah kelembagaan yang diciptakan dan menjadi panggung politik khilafah pada sesi yang membajak demokrasi dari dalam system pemerintahan.
HASIL TIGA BESAR CALON SEKDA DAN PSIKOLOGIS KOALISI PEMENANGAN
Seperti yang sudah dibahas oleh media ini, bahwa Sofyan Puhi dan Tonny Junus harus percaya pada partai politik, utamanya Parpol yang mengusung dan mendukungnya. Tuntutan Langkah cepat perbaikan atas kondisi daerah yang serba minus dan warisan penuh dinamika, adalah pekerjaan yang wajib dilaksanakan oleh pasangan ST12.
Publik mengetahui bahwa seleksi jabatan sekda adalah puncak kesempatan yang diberikan kepada Sofyan dan Tonny, atas kondisi koalisi pemenangan yang tercerai berai. Banyak person di koalisi berharap kebijakan penempatan nama-nama Tim Kerja, adalah hal terakhir yang tidak pro koalisi. Namun dihasil seleksi Sekda terkini, Sofyan Puhi ternyata juga tidak bisa mengakomodir para calon yang diusulkan.
Kondisi diatas, tentu mengguncang psikologis Koalisi walaupun memang keputusan finalnya ada ditangan Sofyan Puhi. Nampaknya, usulan rekonsiliasi koalisi pemenangan tidak dilakukan, Sehingga, 3 nama hasil seleksi jabatan Sekda dipastikan akan memicu api politik internal koalisi.
Kita Tahu, baru-baru ini Nasdem telah membantah isu keretakan yang terjadi antara Sofyan Puhi dengan DPD Nasdem Kabupaten Gorontalo. Namun ternyata hal itu disetting didepan public, untuk membantah dan sengaja diperlihatkan kepada Rahmad Gobel, bahwa kondisi sedang baik walau tidak seperti kenyataannya.
Masalah PKB saat ini juga, ada pada kondisi yang tidak dewasa dan terkesan sangat lucu. Pasalnya, Ketua DPC PKB terlihat sangat memaksa untuk melakukan Pergantian Antar Waktu (PAW) terhadap salah satu Anggotanya. Secara umum, masalah PKB seharusnya tidak perlu dibahas. Namun melihat fakta yang ada, kedewasaan PKB dalam melakukan pembinaan anggota, sepertinya harus belajar dari DPC Gerindra Kabupaten Gorontalo. Dimana, pada perkara atas isu yang sama, Gerindra sangat membela anggotanya saat perkara itu sudah meluas keranah public. Perbedaannya, kasus Aleg dari Gerindra cukup ribut, berbanding terbalik dengan perkara Aleg dari PKB, sehingga pertanyaannya adalah, Kenapa DPC PKB terlihat memaksa dan semangat melaporkan anggotanya ke DPP…??? Untuk masalah PKB, sepertinya perlu ulasan mendetail.
PDI Perjuangan, pada kondisi terkini sepertinya merasa terpukul atas keputusan Timsel pada seleksi jabatan Sekda. Seperti diketahui, Sumanti Maku adalah suami dari Ketua PDI Perjuangan Espin Tuli. Sudah barang tentu, politisi yang masuk dalam koalisi pemenangan berharap agar suaminya diakomodir pada seleksi tersebut.
Memang mendukung Sofyan Puhi menjadi Bupati Gorontalo, tidak bisa menjadi alasan untuk kemudian wajib mengakomodir Sumanti Maku menjadi Sekda. Namun, bukan berarti seluruh harapan koalisi pemenangan khususnya PDI Perjuangan harus diabaikan Sofyan Puhi. Kita tahu, PDI Perjuangan adalah parpol paling diam dalam koalisi pemenangan. Namun, bisa dipastikan Espin Tuli sebagai Ketua DPC PDI Perjuangan, akan menimbulkan gejolak tatkala suaminya tidak tercover pada 3 besar calon Sekda Kabgor.
HASIL SELEKSI SEKDA, BOOMERANG POLITIK SOFYAN PUHI
Sofyan Puhi adalah sosok polisi yang pasti memahami bahwa partai politik bukan hanya sekedar kenderaan saja. Hubungan antara eksekutif dan legislative di DPRD, seharusnya juga diperhatikan. Sebagai politikus, Sofyan Puhi dan Tonny Junus pasti memahami jika komunikasi dengan partai politik tidak terjalin dengan bagus.
Kita tidak hanya berbicara tentang Sofyan Tonny dengan partai pendukungnya saja. Kebijakan jalannya Pemerintahan juga termaktub pada keputusan politik di DPRD. Komunikasi dengan partai-partai diluar koalisi, wajib dilakukan demi penetapan anggaran yang berpihak atas nama kepentingan rakyat.
Dewasa ini, psikologis Sofyan Puhi perlu dipertanyakan. Sebab, jika melihat kondisi terkini dan pada momen yang sama, ternyata Nelson Pomalingo masih lebih baik dari Sofyan Puhi. Ketegasan Nelson Pomalingo dalam memilih Roni Sampir sebagai Sekda pada Maret 2022 silam. Momen Nelson dalam memilih Roni Sampir sebagai panglima ASN kala itu, ternyata lebih tegas dari Sofyan Puhi.
Kita tahu Bersama, Sofyan Puhi adalah ciri politisi yang santun, mengedepankan perasaan, banyak mendengar daripada berbicara dan berbagai narasi positif lainnya. Namun, Sofyan seharusnya juga dapat membedakan dan menempatkan sifat-sifatnya sesuai dengan kondisi dan kultur serta dinamika politis daerah.
Bisa jadi Sofyan dalam waktu dekat ini akan diperhadapkan pada keputusan “blunder” Timsel jabatan Sekda, dengan meloloskan eks Ketua HTI Gorontalo pada daftar 3 besar calon sekda. Irisannya, PDI Perjuangan saat ini dalam riak kemarahan walau kadernya ada diposisi Wakil Bupati. Memang, Tonny Junus adalah orang yang dituakan dipartai besutan Megawati Soekarno Putri itu, namun tidak mungkin Tonny dapat meredam geruduk kerbau jika bendera perang merah dikibarkan.
Kemudian, keputusan Timsel jabatan Sekda, seharusnya memantik amarah Rachmad Gobel. Keberhasilan Nasdem yang menjadi juara di Pilkada kabgor silam, seharusnya menjadi momentum “balas dendam” Nasdem Kabgor untuk membirukan Kabupaten Gorontalo. Jabatan Sekda secara tersirat adalah target untuk mengamankan warna kebijakan atas kepentingan yang pro rakyat.
Ditakutkan, rencana perhatian Rahmad Gobel tidak akan difokuskan lagi di Kabgor. Bisa jadi bujuk rayu Rum Pagau di Kabupaten Boalemo, akan menjadi alternatif RG, jika Sofyan tetap pada pendiriannya. Dan jika itu terjadi, maka dipastikan harapan Rakyat Kabupaten Gorontalo atas janji restorasi 2 program Sofyan Tony, menjadi sirna.
Terakhir, harapan rakyat kepada Sofyan Puhi tentu masih besar. Rakyat pasti masih menaruh harapan yang besar atas janji politik di Pilkada silam. Sofyan Puhi dengan segala kelebihan dan kekurangan, juga dipastikan akan melayani rakyat secara maksimal.
Semoga kebijakan pada seleksi Sekda, mempunyai alamat positif bagi Pemerintahan Sofyan Tonny, dan tidak membuat opini buruk bagi koalisi pemenangannya. [***]