BUTOTA – NASIONAL | Sebagian uji materi terhadap Undang-undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, dikabulkan yang kemudian diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan tersebut menyatakan ketentuan hak imunitas jaksa bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, sehingga jaksa tidak lagi memiliki kekebalan hukum yang mutlak.
Putusan MK membuka kemungkinan aparat penegak hukum memeriksa atau menahan jaksa tanpa terlebih dahulu meminta izin Jaksa Agung apabila terpenuhi syarat pengecualian, misalnya tertangkap tangan atau ada dugaan kuat tindak pidana berat.
Dikutip dari Jawa Post, gugatan yang diajukan berupa uji materi itu datang dari Agus Setiawan (aktivis/mahasiswa), Sulaiman (advokat), dan Perhimpunan Pemuda Madani.
Kuasa hukum pemohon, Kafin Muhammad dari Themis Indonesia Law Firm, menyambut baik keputusan tersebut. Menurut Kafin, putusan ini memberi kepastian hukum dan memungkinkan Kejaksaan diawasi berdasarkan supremasi hukum.
“Putusan ini menjadi momentum penting untuk membangun kejaksaan yang kuat sekaligus dapat diawasi, demi tegaknya supremasi hukum di Indonesia,” ujar Kafin, seperti dikutip dari JawaPos.com.
Dalam amar putusan perkara Nomor 15/PUU-XXIII/2025, MK menegaskan prinsip negara hukum harus menjamin persamaan semua orang di hadapan hukum, termasuk penegak hukum itu sendiri.
MK menilai penegakan hukum tidak boleh membeda-bedakan warga negara dengan aparat penegak hukum.
MK menyatakan pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan mengikat secara bersyarat sepanjang ketentuan itu tidak dimaknai atau dikecualikan pada kondisi tertangkap tangan, melakukan tindak pidana, atau ketika terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa seseorang diduga melakukan tindak pidana berat yang diancam pidana mati, kejahatan terhadap keamanan negara, atau tindak pidana khusus.
Penegasan MK menyebutkan bahwa imunitas jaksa bukanlah kekebalan absolut. Norma tersebut tetap berlaku sebagai perlindungan fungsional yang terbatas, bukan sebagai penghalang bagi penegakan hukum terhadap jaksa yang menyalahgunakan wewenang.
Dengan demikian, jaksa tetap bisa diproses apabila terpenuhi syarat-syarat pengecualian.
Kafin menilai putusan ini menjadi tonggak penting untuk menyelaraskan aturan imunitas aparat penegak hukum atau penyelenggara negara yang menjalankan tugas berkaitan dengan kekuasaan kehakiman.
“Putusan MK ini menjadi tonggak penting terciptanya keselarasan pengaturan imunitas bagi aparat penegak hukum atau penyelenggara negara yang dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman lainnya,” Tutup Kafin.[**]




















