Scroll untuk baca artikel
banner 350x300
Example floating
Example floating
Tajuk & Opini

Anomali Dalam Situasi Krisis, “ Pada Nanti” Dugaan Korupsi Perjalanan Dinas Saat Pandemi Covid-19

289
×

Anomali Dalam Situasi Krisis, “ Pada Nanti” Dugaan Korupsi Perjalanan Dinas Saat Pandemi Covid-19

Sebarkan artikel ini
ilustrasi istimewa
Example 468x60

DEBUTOTA, TAJUK – Pandemi COVID-19 yang melanda dunia sejak awal 2020 SILAM, tidak hanya mengubah tatanan kehidupan masyarakat, tetapi juga seharusnya mengubah pola kerja birokrasi pemerintahan. Kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), work from home, dan berbagai pembatasan mobilitas seharusnya menjadi dasar bagi pengurangan drastis aktivitas perjalanan dinas. Namun, berbagai laporan dan temuan menunjukkan adanya anomali yang mengindikasikan potensi penyalahgunaan anggaran perjalanan dinas selama periode pandemic, baik ditingkatan nasional maupun di daerah.

Selama masa pandemi COVID-19, pemerintah Indonesia menerapkan berbagai kebijakan pembatasan mobilitas, yakni Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membatasi pergerakan masyarakat, Kebijakan Work From Home (WFH) untuk pegawai negeri sipil, Pembatasan perjalanan antar daerah dan antar negara, Digitalisasi layanan publik untuk mengurangi kontak fisik, dan Pelarangan atau pembatasan rapat tatap muka dengan mendorong penggunaan platform virtual.

PERJALANAN DINAS DAN KONTEKS KEBIJAKAN PEMBATASAN SELAMA PANDEMI

Dalam konteks ini, kebutuhan perjalanan dinas seharusnya menurun drastis atau bahkan dieliminasi untuk sebagian besar aktivitas pemerintahan. Sebab, kebijakan pembatasan selama pandemic menjadi sebuah kewajiban untuk harus dipatuhi oleh seluruh unsur, baik Pemerintahnya, Wakil rakyat dan bahkan kebijakan tersebut diterapkan sampai ditatanan bawah.

Namun belakangan, muncul adanya indikasi dugaan korupsi perjalanan dinas saat pandemi covid. Dimana, beberapa point tentang ketidaksesuaian anggaran dengan kondisi lapangan, disinyalir sangat mencurigakan dan harus sesegera mungkin dislidiki oleh Aparat Penegak Hukum, khususnya di Gorontalo.

Seperti yang kita tahu, pada laporan-laporan kinerja Pemerintah Daerah dan DPRD se Gorontalo, terdapat anggaran perjalanan dinas masih tetap tinggi meskipun adanya pembatasan mobilitas. Laporan perjalanan dinas yang diduga fiktif, kedaerah yang sedalam status lockdown, hingga klaim biaya transportasi dan akomodasi untuk acara yang sebenarnya  dilakukan secara virtual. Kemudian, memanipulasi tanda tangan kehadiran dalam acara yang seharusnya dibatalkan atau dialihkan secara online.

Hal ini tentu harus segera diperhatikan saat ini, mengingat perbuatan korup tidak berbicara hanya tentang waktu yang sudah berlalu saja. Sebab modus operandinya sudah teridentifikasi, sehingga Langkah berikut sangat memudahkan APH untuk menelusuri perbuatan melawan hukum pada kasus ini.

BAGAIMANA MODUS PERJALANAN DINAS FIKTIF DILAKUKAN

Berdasarkan berbagai laporan dan investigasi, beberapa modus yang sering ditemukan adalah perjalanan dinas fiktif dengan cara membuat surat perintah perjalanan dinas (SPPD) untuk acara yang tidak pernah dilaksanakan, mengklaim perjalanan ke daerah yang sedang dalam status karantina wilayah dan membuat laporan perjalanan dinas palsu dengan dokumentasi yang dimanipulasi.

Yang berikut, para pelaku yang sudah terorganisir ini, melakukan markup biaya perjalanan dengan menaikkan biaya transportasi dan akomodasi di atas harga normal, mengklaim biaya perjalanan untuk rute yang sebenarnya tidak dilakukan dan manipulasi bukti pengeluaran dengan kuitansi palsu.

Modus selanjutnya adalah klaim penyalahgunaan pertemuan virtual, dimana para pihak sengaja melakukan klaim biaya perjalanan dinas untuk rapat yang sebenarnya dilakukan secara virtual dan membuat justifikasi palsu tentang pentingnya kehadiran fisik dalam situasi pandemi.

Meskipun ada larangan perjalanan dinas selama pandemi, banyak temuan menunjukkan bahwa praktik penyimpangan tetap terjadi di hampir semua tingkatan pemerintahan, dengan kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah. Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan enforcement terhadap regulasi pembatasan perjalanan dinas selama masa krisis kesehatan.

Dugaan korupsi perjalanan dinas selama masa pandemi COVID-19 merupakan paradoks yang ironis. Di saat pemerintah mengimbau masyarakat untuk membatasi mobilitas demi keselamatan bersama, sebagian aparatur justru diduga menyalahgunakan situasi ini untuk kepentingan pribadi. Hal ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mengkhianati kepercayaan masyarakat yang sedang menghadapi krisis. Pandemi COVID-19 seharusnya menjadi momentum untuk mempercepat digitalisasi dan modernisasi birokrasi, malah menjadi celah untuk praktik koruptif.

Contoh kasus saat ini, adanya dugaan Korupsi Perjalanan Dinas FIktif di DPRD Kabupaten Boalemo sedang ramai dibicarakan. Angkanya pun cukup fantastis, ratusan juta sekali perdis untuk satu kegiatan dan membingungkan untuk dihitung jika ditotalkan selama Dua tahun anggaran.

Lalu bagaimana kondisi DPRD lain di Gorontalo….???? Apakah APH di daerah lain berani mengambil sikap tegas seperti di Kabupaten Boalemo…???

BERSAMBUNG….

Example 120x600
banner 300x250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *